Pasang Iklan Gratis

Soal Kegagalan Timnas Indonesia, Eks Petinggi AFF Singgung Level Pemain Diaspora

 Mantan Wakil Presiden Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) Duong Vu Lam mengomentari kegagalan Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026.

Perjalanan panjang selama dua tahun Timnas Indonesia berakhir di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Langkah Skuad Garuda terhenti menyusul dua kekalahan beruntun dari Timnas Arab Saudi (2-3) dan Timnas Irak (0-1) di Grup B.

Dua kekalahan itu membuat Patrick Kluivert dan anak-anak asuhnya harus puas finis di posisi juru kunci Grup B.

Kegagalan Indonesia mencapai target lolos Piala Dunia turut dikomentari oleh mantan petinggi AFF, Duong Vu Lam.

Duong Vu Lam mengakui kehadiran para pemain diaspora membuat Indonesia lebih baik dibandingkan tim-tim di Asia Tenggara.

Namun, ia menilai level para pemain diaspora Indonesia masih belum setara dengan bintang-bintang top di Benua Kuning.

"Banyaknya pemain asal Belanda yang bermain di Timnas Indonesia membantu mereka menjadi lebih baik daripada tim-tim yang menggunakan pemain Asia Tenggara murni."

"Namun, level pemain-pemain ini masih terbilang medioker," kata Duong Vu Lam, dikutip SuperBall.id dari Dan Tri.

Bukan tanpa alasan, Duong Vu Lam berkaca dari klub-klub yang dibela oleh para pemain diaspora Indonesia.

Bintang-bintang Asia dari tim raksasa seperti Jepang dan Korea Selatan saat ini bermain di klub-klub papan atas Eropa.

Sebaliknya, hanya segelintir pemain diaspora Indonesia yang bermain di lima liga top Eropa dengan mayoritas membela klub papan bawah.

"Jika kita membandingkan pemain kelahiran Belanda di Indonesia dengan tim-tim papan atas di Asia, Indonesia masih tertinggal."

"Sebagai contoh, nama-nama besar di Asia, termasuk Jepang, Korea, dan Iran, semuanya memiliki pemain-pemain terkenal yang bermain di liga dan klub-klub papan atas Eropa."

"Sementara pemain diaspora Indonesia dari Belanda hanya bermain di tim-tim kelas menengah di Benua Biru," ucap Vu Lam.

Lebih lanjut, Vu Lam juga menilai para pemain diaspora tidak memiliki semangat yang sama dengan pemain dari tim-tim Asia lainnya.

"Selanjutnya, dari segi semangat, pemain naturalisasi Indonesia tidak memiliki semangat yang sama dengan tim-tim Arab Saudi, Irak, Uzbekistan, dan banyak tim lainnya."

"Tim-tim ini bermain dengan lebih bersemangat dan memiliki unsur warna nasional yang lebih tinggi."

"Misalnya, jika tim Arab Saudi, Uzbekistan, dan Irak kalah, para pemain mereka akan menghadapi tekanan luar biasa dari opini publik domestik."

"Faktor ini memaksa mereka untuk berusaha sekuat tenaga agar tidak kalah."

"Sedangkan bagi para pemain naturalisasi Indonesia, setelah pertandingan mereka bahkan tidak kembali ke Indonesia, melainkan langsung ke Eropa, mereka hampir tidak peduli dengan opini publik Indonesia."

"Perbedaan besar inilah yang menciptakan tekad kedua belah pihak," ucap Vu Lam menambahkan.

Vu Lam kemudian membandingkan Indonesia dengan kesuksesan Uzbekistan dan Jepang tanpa proyek naturalisasi.

"Uzbekistan telah melakukan pelatihan yang baik untuk meningkatkan kualitas sepak bola, dan kemudian mendapatkan tiket ke Piala Dunia, tetapi mereka tidak mendapatkannya dengan menaturalisasi pemain."

"Jepang juga tidak perlu menaturalisasi pemain untuk menjadi tim sepak bola nomor satu di Asia, yang kini mendekati level tertinggi dunia."

"Sebaliknya, tim yang banyak menggunakan pemain naturalisasi seperti Malaysia dan Indonesia justru merasakan dampak negatif dari praktik ini," ucap Vu Lam.

0 Response to "Soal Kegagalan Timnas Indonesia, Eks Petinggi AFF Singgung Level Pemain Diaspora"

Posting Komentar